[PMS] Perjalanan Menikahi Shabrina

Assalamualaikum, Dunia. Gua kembali dengan tulisan yang sebenarnya nggak penting-penting amat, tapi tulisan ini suatu saat menjadi penting karena telah menjadi sejarah hidupnya seorang Jimi.

*

Tulisan kali ini gua beri judul "Perjalanan Menikahi Shabrina". Perlu diketahui, saat gua menulis ini, status gua sudah menjadi seorang suami orang, suami Shabrina. Kita menikah di 29 Oktober 2023 lalu, tepat di hari ulang tahun Shabrina yang ke-26.

Perjalanan cinta gua bukan perjalanan yang mulus-mulus aja. Mungkin beberapa temen mengira kalau gua dan Shabrina selama menjalani kisah yang selalu penuh kebahagiaan, kesantaian, dan penuh tawa. Tidak, lawak. Perjalanannya sungguh berat dan banyak pengorbanan yang masing-masing kita keluarkan.

*

Kilas balik ke 2016. Saat ini gua kenal perempuan ini. Sesuatu yang pasti gua ceritakan kenapa akhirnya gua menyukai perempuan ini ke orang-orang adalah kacamatanya. Orang aneh, jatuh cinta dengan cara yang aneh juga. Unik sekali dunia ini dilihat dari kacamata Jimi. Dari kacamata, kita memulai cinta yang tentu gua yang memulai. Dibangunin buat Matkul di Cilegon, becanda di banjir Untirta Permai, ngakalin satu kelompok biar bisa deket. Shabrina mungkin nggak tau kalo gua selicik itu mencintai dia. Di awal tahun 2017 kita mencoba memulai. Awalnya gua kira bakal banyak banget penyesuaian. Tapi di luar dugaan, 6 bulan pertama kita, nggak pernah berantem sama sekali, semuanya mulus. Mulai-mulai ada pertikaian masuk tahun pertama karena kegiatan masing-masing. Momen yang paling gua inget saat itu di akhir tahun 2017, gua ikut kepanitiaan KPUM dan cukup sibuk jadi tukang lipet kertas suara. Ada kesalahpahaman yang terjadi dan membuat beliau cukup sedih. Tapi kayaknya dia udah lupa juga, jadi yasudahlah.

*

Tahun-tahun berlalu, jalan-jalan udah pernah kita lewatin bareng, warteg-warteg udah pernah diutangin, pecel lele udah tau mana yang enak dan nggak. Kita sebegitu bahagianya pada saat itu. Momen-momen seru berlalu. Tapi kita juga punya segelundung masalah yang syukurnya kita bisa menjaga hanya untuk kita berdua aja. Dari luar, mungkin kita dilihat harmonis. Tapi percayalah, perjalanannya banyak tangis. Kita beberapa kali menghadapi hari yang sangat buruk dan beberapa kali pernah hampir menyerah namun akhirnya saling menguatkan. Sampai akhirnya kuliah selesai, kita berpisah jarak. Di sini semuanya di mulai. Dari yang biasa bareng, kita harus terbiasa sendiri-sendiri. Banyak kebiasaan yang berubah dan banyak yang hal baru yang harus dibiasakan. Sayangnya, gua tidak terbiasa dan egois. Kita berpisah dan tidak ada yang tahu. Tidak ada yang tahu Shabrina menangisi perpisahannya. Tidak ada yang tahu Jimi menyesali keputusannya.

*

Selang satu tahun, dengan komunikasi yang minim, sebuah pesan masuk ke HP gua, "Sekarang kita gimana, Jim?". Gua yang otaknya sedikit langsung menyatakan ingin ke rumahnya dan ngobrol dengan Abinya untuk merencanakan lamaran. Spontanitas dan sangat uhuy sekali. Tapi semuanya terjadi. Gua ke Depok, membicarakan rencana lamaran itu, dan approved. Setelah lebaran, keluarga Gua yang jamet itu bertolak ke Depok dengan baju item-item untuk mengantar sang putra melamar perempuan pujaannya. Lamaran kedua bocil itu berjalan lancar. Satu hal yang masih gua heran dan syukuri sampai saat ini sudah menikah dengan belio. Setelah lamaran sampai akhirnya hari pernikahan, tidak ada permasalahan yang berarti. Baik dalam komunikasi, rencana acara, atau permasalahan pribadi yang katanya kalau orang nikah, ada aja ujiannya. Tapi inimah nggak ada sumpah beneran. Sampe gua sendiri bertanya-tanya dan khawatir ada masalah yang malah nanti sekaligus gede. Tapi alhamdulillahnya, hal yang gua khawatirin itu tidak terjadi.

*

Sampailah di hari ulang tahun Shabrina. Dengan ganteng gua menjabat tangan Abi dan tegas menerima putri sulungnya jadi istri sah Jimi. Dengan segala risiko, bersedia menanggung apa yang ada dalam diri Shabrina. Abinya berpesan supaya menjaga anaknya, yang tingkat kesabarannya setipis tisu dibelah tujuh. Gua mengiyakan dengan gambling, pasalnya Gua juga tidak tahu akan sampai mana batas kesabarannya menghadapi kesabaran Shabrina. Tapi Gua selalu mencoba menjadi suami yang mau mendengarkan, karena Shabrina juga senang didengar.

*


Pada akhirnya, perjalanan menikahi Shabrina bukanlah hal yang mudah, tapi penuh darah dan keringat bercucuran untuk bisa memiliki perempuan unik ini. Gua pernah punya pemikiran, sesuatu sulit yang saat ini sedang kita alami, tidak akan ada apa-apanya ketika sudah terlewat. Skripsi contohnya. Tapi tidak untuk perjalanan menikahi Shabrina. Ketika sudah terlewat pun, sulitnya masih terasa, tapi tetap bisa disyukuri setiap perjalanan waktunya. Gua berharap perjalanan hidup dengan Shabrina ini bisa dijalani dengan berkah dan ridho-Nya. Berharap bahwa setiap permasalahan ada jalan keluarnya. Berharap setiap pertanyaan ada jawabannya. Berharap pertemuan ada perpisahan, yang perpisahannya hanya dipisahkan oleh maut.

Yaudah gitu aja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arunika Yumna Rinjani

Dari Ayah untuk Bapak