Kapan Aku Ingat Kematian?

Kau tahu? Setiap perjalanan Tangerang-Serang, Serang-Tangerang, aku hampir selalu memikirkan tentang kematian.

***

2017

Saat itu aku sedang dalam perjalanan pulang setelah penat menuntut ilmu dan organisasi di kampus Banten itu. Lelah rasanya. Ingin menghempaskan badan di antara kasur dan bantal rumah lalu ngah pak pik puk dengan mereka.

Tak disangka, malam itu adalah malam yang cukup panjang. Aku terpelanting jatuh dari motor setelah mencoba menyalip truk besar. Salahku, menyalip dari kiri dan ada gundukan besar sialan itu, menerbangkan dan membuat aku tak seimbang ketika jatuh lagi ke bumi bersama motor kesayanganku yang sampai sekarang belum memiliki nama. Syukurnya hanya motorku yang terlindas, tidak dengan penumpangnya. Motor jatuh ke kanan terlindas ban truk besar bagian belakang. Aku jatuh ke kiri meraup aspal dengan seluruh tubuhku. Untungnya tidak ada kerikil yang masuk ke hidung seperti beberapa tahun silam.

Beberapa saat setelah itu terjadi, aku duduk termangu, melihat betapa jalanan malam itu ramai dengan orang-orang yang menghampiriku. Aku masih terduduk, mendengarkan lagu Green Day di earphone yang menyala dari Xiaomi MI4Cku saat itu. "Hahaha, bisa-bisanya jatuh pas lagi jalan pulang, untung udah deket." saat itu aku bergumam dalam hati.

Lantas orang berbondong-bondong berlari ke arahku dan membopong keluar bagian jalan. Aku mendarat tepat disamping warung pecel lele yang tidak akan pernah ku lupakan. Penjualnya membawakan teh tawar hangat untuk ku nikmati saat tubuh penuh luka. Andai aja keadaannya lagi gak seperti itu, mungkin teh itu bakal terasa biasa aja. Jaket baru yang aku beli awal tahun sobek tak masuk akal, karena hanya sobek di bagian punggung. Padahal siku luka dan mengucurkan darah. Tak terlihat, namun aku merasarakan darahnya mengalir ke pergelangan tangan. Untung dan herannya, kakiku tidak kenapa-napa, hanya luka-luka lecet biasa.

Setelah beberapa saat, aku menelfon keluarga untuk memberikan kabar tidak bahagia ini ke rumah. Setelah itu, aku hanya menunggu jemputan dari entah siapa anggota keluarga yang datang, asal bukan jemputan dari malaikat maut saja. Belum siap.

Masih tidak menyangka kenapa hal itu bisa terjadi, saat itu mungkin sudah puluhan kali atau ratusan kali aku melewati jalan yang memang sialan itu. Namun apesnya terjadi di satu tahun aku berguru di Serang. Sesuatu yang mungkin saat itu tak pernah terpikirkan akan terjadi. Tapi setelah kejadian itu, hal itu adalah hal yang selalu aku pikirkan pasti akan terjadi, entah kapan, di kilometer berapa, menjadi korban atau pelaku, sampai hidup atau mati pasca kejadian.

***

Tahun berlalu, aku masih melewati jalan sialan itu. Saat melewati tempat kejadian itu, aku hanya memikirkan betapa beruntungnya saat itu, bukan betapa naasnya saat itu. Karena aku terbayang betapa orang akan hancur digeleng truk besar atau akan habis badannya tergerus panas atau dinginnya aspal jalanan itu.

Ada beberapa momen ketika orang mengingat kematian. Bagiku, jalanan adalah salah satunya.

Jika mati bisa memilih, aku tak ingin mati di tutupi koran bekas atau mati meregang nyawa di tempat tidur rumah sakit yang bau obat itu. Aku lebih memilih mati ditemukan petugas SAR setelah 13 hari pencarian di gunung.

Yaudah gitu aja.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arunika Yumna Rinjani

[PMS] Perjalanan Menikahi Shabrina

Dari Ayah untuk Bapak