Bapakku Penjual Kopi Keliling

"Selamat malam, Jim. Blog nggak keurus nih, lagi pusing biaya kawin, ya?"

Begitulah kata Jimi 2023 ke Jimi 209999.

*

Malam ini gua mau cerita tentang Bapak gua. Bapak yang sudah 23 tahun lebih membesarkan gua. Nggak banyak interaksi atau komunikasi yang kita buat. Obrolan intim jarang banget kebentuk, tapi semoga itu tidak mengurangi rasa sayang kepada Bapak yang bernama Rusdiyono ini.


Satu fakta menarik tentang nama Bapak gua. Sekitar 13 tahun lalu, menjelang UASBN (Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional), gua dan anak-anak SD Sukamulya 1 diminta data-data pribadi, kayak nama sesuai akte kelahiran, tanggal lahir, nama orang tua, dll. Pada saat itu, gua ngadu ke Ibu gua karena gua dari lahir nggak punya dokumen akte kelahiran. Tidak punya akte ini bukan tanpa alasan. Gua berasumsi dari cerita orang tua gua. Gua dulu lahir di mobil pada saat perjalanan ke rumah sakit buat ngelahirin gua. Jadi, tidak ada pencatatan secara tertulis di mana dan waktu pada saat gua lahir. Kembali ke UASBN. Akhirnya gua ngurusin buat penerbitan akte kelahiran itu. Berkas semua gua kasih ke sekolah dan kocaknya, nama orang tua diminta ditulis lagi, tidak langsung merujuk pada KK (Kartu Keluarga) atau akte yang udah dikasih. Gua yang saat itu bodoh, menuliskan nama Bapak dengan nama Rusdiono, bukan Rusdiyono yang sesuai dengan KTP, KK, dan dokumen Bapak gua lainnya karena pelafalannya sama. Akhirnya di Ijazah SD, nama Bapak gua tertulis Rusdiono. Sedangkan di Ijazah SMP, SMA, sampe S1, tertulis Rusdiyono.


Begitulah tentang Bapak di Ijazah.


Berjalannya waktu. Gua besar, Bapak menua. Gua saat ini bekerja di Jakarta, pulang kalo libur di hari yang tidak menentu. Pulang pun biasanya main sama temen-temen, sangat jarang basa-basi di rumah, kecuali obrolan penting. Ngobrol ringan biasanya pas makan bareng atau seringnya Bapak gua nyamperin ke kamar pas gua lagi nganggur dan membahas apa yang seru akhir-akhir ini. Tapi itu jarang. 


Beberapa bulan kerja di Jakarta, gua menemukan ada semacam buffet kayu yang biasa dipake tukang jual kopi keliling. Akhirnya gua tanya ke Ibu. Ternyata udah beberapa hari itu, Bapak jualan kopi keliling. Ada perasaan seneng dan sedih. Senengnya, akhirnya Bapak punya aktivitas lain. Karena Bapak sering ngerasa bosen di rumah, pengen kerja tapi umur jadi batas buat masuk ke tempat-tempat kerja. Sedih, karena di masa tuanya, Bapak masih harus banting tulang, keluar rumah, berangkat pagi dan pulang sore. Pernah dengan cerita pas lagi jualan, Bapak dipalak sama preman setempat.


Sempet kepikiran, apa gua buka warkop aja di rumah, ya? Buat bapak sama Ibu. Tapi tempatnya kok nggak strategis. Kepikiran itu juga jadi pikiran sesaat aja, berharap bisa diwujudkan tapi nggak saat ini. Toh, Bapak juga masih menikmatinya. Ketika perekonomian sudah cukup baik, mungkin gua bapak ajak abang-abang gua buat bikin usaha buat mereka berdua.

*

Sosok Bapak di keluarga bagi gua adalah sosok yang pasif. Nggak banyak nuntut anaknya, nggak banyak ngomongin soal anaknya di depan, nggak banyak nanyain anaknya secara langsung. Tapi denger dari cerita Ibu, Bapak suka nanyain ke Ibu kalo gua ada persoalan tentang apapun yang sempet dia denger tapi nggak tau cerita lengkapnya. Gua lebih sering cerita ke Ibu dan Ibu jadi tempat Bapak buat bertanya tentang gua.


Begitulah Bapak gua. Seorang penjual kopi keliling, minuman dingin, dan pagi harinya ada lontong dan gorengan. 

Malu? Tidak pernah terpikiran. 

Bangga? Sekali.


Yaudah gitu aja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arunika Yumna Rinjani

[PMS] Perjalanan Menikahi Shabrina

Dari Ayah untuk Bapak