Kebenaran Terus Hidup

Banyak kemungkinan-kemungkinan di dunia ini yang akan terjadi di hidup kita. Beberapa yang terlewat kadang kita sesali, beberapa yang sesuai harapan kita syukuri. Saya sendiri berpandangan jika sesuatu yang terjadi di hidup kita bukan sebuah kebetulan, melainkan memang sesuatu yang sudah berjalan sesuai jalurnya. Pandangan ini menjadi pisau bermata dua. Karena akan menimbulkan sifat yang tidak memperjuangkan sesuatu yang ia inginkan karena beranggapan semuanya sudah ada, tinggal hidup saja.

Kita hidup dengan ketidakadilan yang dianggap normal. Tak jarang kata-kata dari orang angkatan lawas terdengar, “Gua juga dulu begitu, lebih parah malah”. Malangnya. Tidak melawan pada ketidakadilan, hanya menggerutu ketika angkatan muda baru merasakannya. Kita dibiasakan untuk menunduk ketika kesenjangan itu menyerang. Menganggap kita sangat membutuhkan, sampai dibutakan, padahal darah kita sedang diperas habis-habisan. Ketika darah kita habis dan sudah tidak bias memberikan kontribusi, kita dibuang dan digantikan orang baru. Begitulah siklus bekerja yang rusak menurutku. Terlena pada aturan yang sebenarnya merugikan, tapi tak ada keberanian untuk melawan. 

Beberapa tahun lalu, saya aktif di organisasi mahasiswa, yang membetuk diri menjadi seperti sekarang ini. Sebenarnya saya tidak cukup berani sampai emosi menguasai. Tapi diakhirnya, tidak sama sekali saya sesali apa yang sudah dilakukan.

Saya pernah meninggalkan kotak idealisme yang dipegang dulu sebagai mahasiswa di pojok ruangan, karena kebutuhan untuk kehidupan yang layak. Saya kerja serabutan, dari mulai tukang bawa orang jalan-jalan, editor dan layouter buku, buruh pabrik yang seharinya mengangkat barang sampai kira-kira total satu ton, dan mencoba menjadi kontener di YouTube yang akhirnya terbengkalai. Saya cukup dikeraskan kehidupan, sampai akhirnya mendapatkan sesuatu yang cukup bias menghidupi. Dunia seakan berputar, saya yang pernah hampir mati karena dipecundangi kehidupan, menjadi seorang yang Alhamdulillah selalu mencoba bersyukur di setiap peristiwa yang terjadi, baik yang dialami orang lain atau diri sendiri.

Benar kata orang-orang, jalan tak selamanya mulus. Ada hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip dan bertentangan dengan sudut pandang saya. Lalu apakah saya diam? Tidak, saya memantau. Saya memperhatikan, membaca keadaan, protes, membuat diskusi-diskusi kecil, namun tidak ada perubahan. Disayangkan malah semakin kacau. 

Saya suka menulis, seperti waktu senggang saat ini saya pakai untuk menulis yang entah tulisannya siapa yang mau membaca kecuali saya. Namun saya mempunyai pemikiran, jika kita meninggalkan “jejak”, ketika kita kembali atau tidak sengaja menemukan jejak itu, kita tahu sudah sampai di mana. Perjalanan jauh dan akhirnya bertemu jejak lama adalah waktunya mengukur diri dan ajang bernostalgia.

Saya membaca keadaan dan menuliskan apa yang saya pikirkan dan terjadi. Tulisan saya rangkai sedemikian rupa tanpa ada kebohongan di dalamnya, namun ditambahkan seni di tulisannya. Satu hari ketika keadaan semakin parah, saya naikkan tulisan itu dan tulisan itu cukup membuat satu divisi perusahaan besar repot, hehe.

Berlindung dari akun anonym, saya ketahuan. Saat ini SP2 sudah dilayangkan dan saya menjalani masa pengawasan. Tidak kaget. Saya juga sudah tahu apa konsekuensinya. Bahkan saya yang kaget kenapa tidak langsung dikeluarkan.

Sisi saya yang itu sudah lama hilang, bersuara dan berani bertindak, keringat dingin, dan adrenalin yang naik turun membuat saya seperti hidup di beberapa tahun lalu. Sangat seru!

Saya tahu, orang-orang mempunyai kehidupan berbeda-beda, khususnya perekonomian yang menahan diri meskipun tidak adil untuk tetap bisa menghidupi Ibu dan Bapak di rumah, atau adik yang butuh biaya sekolah, mungkin istri dan anak yang menunggu jajan dari Ayahnya. Saya pun mempunyai tanggungan, istri dan calon anak saya. Tapi saya sangat amat bersyukur mempunyai istri yang soleha dan berserah kepada-Nya. Saya belajar banyak soal kehidupan dari istri saya dan calon anak saya. Bahwa setiap apa yang kita lakukan memiliki risiko, tapi istri dan anak saya tetap akan hidup, karena sudah disiapkan. Rejekinya diturunkan melalui saya, dengan bentuk apapun itu yang sudah ada, tinggal disalurkan. Jadi saya tidak perlu khawatir kehilangan pekerjaan karena sesuatu yang sudah saya lakukan, toh saya mengatakan kebenaran dan jauh dari kebohongan. Saya sedang berjalan di jalan lurus, karena, “Tidak ada yang tersesat di jalan lurus”. Saya tidak takut. Semuanya sudah suratan. Tugas manusia adalah berusaha dan berdoa.

Jika pun kehilangan pekerjaan, saya mengaggap jika saya menang telak. Kebenaran yang saya utarakan mengancam cara kerja rusak yang mereka buat, maka mereka memotong jalur yang bisa membahayakan cara kerja mereka di kemudian hari. Artinya saya membongkar kerusakan yang tidak ingin diganggu perjalanannya.

Saya tidak diam. Saya berpikir, mengamati, memperhatikan, membaca keadaan, dan menyusun rencana selanjutnya. Jahat bagi mereka, tapi ini cara saya berdiri bersama keadilan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Arunika Yumna Rinjani

[PMS] Perjalanan Menikahi Shabrina

Dari Ayah untuk Bapak