Dari Ayah untuk Bapak
Assalamualaikum,
Selamat pagi, siang, sore, malam, dan selamat datang kehancuran Indonesia, Pak Joko Widodo. Perkenalkan, Pak, saya Jimi Ahmad Firlana, seorang yang baru tanggal 10 Agustus 2024 kemarin menjadi seorang Ayah. Perjalanan saya menjadi Ayah mungkin baru seumur bibit jagung, tapi saya mulai mengerti bahwa apapun yang anak butuhkan, meski berdarah-darah, akan kita usahakan. Tapi, Pak, usahanya tidak sampai berkhianat pada orang lain.
Sebagai seorang Ayah baru, saya melihat Bapak sudah terlalu keterlaluan memperjuangkan apa yang bukan hak anak bapak, dengan mengorbankan hak banyak orang. Pak, meskipun saya seorang Ayah baru, saya tau mana yang anak kita butuh, belum, dan tidak dibutuhkan. Ah, mungkin saya terlalu menggurui Bapak sebagai senior dalam kepala keluarga. Tapi sekali lagi, Bapak sudah keterlaluan.
Pak, saya izin mengulik perjalanan Bapak, ya. Bapak lahir di kota yang pertama kali saya datangi 2022 lalu, saya sudah jatuh cinta. Solo, atau nama lainnya Surakarta . Di mana orang-orang di sana sangat ramah, beradab, dan santun. Sepertinya saya belum menemukan orang Solo yang berkhianat seperti Bapak. Bapak mulai perjalanan kecil, mulai dari menjadi Walikota Surakarta, kemudian menjadi Gubernur Jakarta, dan saat ini menjadi Presiden Indonesia. Saya ingat betul, Pak. Ketika Bapak mencalonkan sebagai Presiden Indonesia pada 2014 silam dengan menggandeng Pak JK. Bapak terkenal dengan gaya "Blusukan" yang menarik perhatian banyak orang saat itu. Saat itu saya belum punya hak pilih, tapi jika saya sudah punya, saya akan memilih Bapak dengan pede. Saya juga ingat, Bapak sempat disama-samakan dengan karakter Naruto, yang saat itu sebagai Hokage di Konoha. Hokage yang juga dari bukan siapa-siapa, menjadi orang besar dan membawa perubahan serta kesejahteraan di Konoha. Tapi 10 tahun berlalu, saya sadar, Bapak bukan Naruto, Pak. Bapak hanya Bapak-bapak biasa yang haus kekuasaan, melakukan cara curang untuk berkuasa, dan mengorbankan hak banyak orang.
2024 ini saya melihat ada pergerakan Bapak yang cukup heboh, mengkhianati "Partai Merah", keren, Pak. Nenek itu memang perlu diberi pelajaran. Tapi setelah itu Bapak malah menggunakan jalan pintas untuk meloloskan anak Bapak jadi Wapres. Seperti ironi di atas ironi kata Spongebob. Dan sekarang, Bapak mencoba untuk meloloskan penjual pisang. Pak, saya bersumpah, semalam saya menangis sambil berkata kepada anak perempuan saya yang masih 13 hari untuk cita-citanya tidak jadi presiden. Dan polisi.
Bapak jangan menutup mata. Bapak lihat, kan, semalam banyak video bertebaran di media, memperlihatkan sipil sedang dipukul, didorong, dijambak, ditendang, diinjak, dihakimi orang perpanjangan tangan Bapak. Pak, sebagai orang tua, bagaimana perasaan Bapak jika itu keluarga atau bahkan anak Bapak? Saya yang bukan keluarganya saja menangis.
Pak, sebagai seorang yang sama-sama mempunyai gelar Bapak. Saya minta Bapak menghentikan semua cara licik Bapak untuk merusak negara ini. Baru kemarin, loh, Pak, kita serentak memberikan hormat kepada Sang Merah Putih, menyatakan ketulusan dan kecintaan kita pada negara ini. Tapi, Bapak dengan cepat menurunkan tangan dan merobek Merah Putih.
Pak, saya sebagai Ayah baru, sedikitnya paham. Yang Esa memang pemaaf, tapi Bapak sebagai Muslim harusnya tahu jika kita memberikan luka ke sesama manusia dan manusia itu belum memaafkan, Bapak tidak akan kemana-mana, Pak. Jadi hentikan. Sekua akan dipertanggungjawabkan.
Semoga masih ada kebaikan kecil di hati Bapak yang busuk itu.
Tidak sehat dan sengsara selalu untuk Pak Mulyono. Kita akan terus melawan dengan cara apapun selama kita benar.
keren pak jimi
BalasHapushaloo bar ice cream
BalasHapus