Pemuda Ngapak
Di satu hari, saya melanjutkan perjalanan pulang. Dari Solo menuju rumah. Tapi saya dan kawan perjalanan menyempatkan mampir ke tempat pemuda Ngapak bernama Suta. Kawan lain yang saya kenal saat masuk dunia perkuliahan di Untirta. Kawan yang membawa saya pada sebuah pendakian pertama dan menemani pada pendakian dan perjalanan-perjalanan lainnya.
Blek. Itulah panggilan kesayangan saya kepadanya. Saat ini, ia sedang melanjutkan pendidikannya di Purwokerto. Mengabdi pada sebuah lembaga kerelawanan bernama Rumah Kreatif Wadas Kelir.
Manusia ini menerima dan menyambut kami dengan nasi goreng, mendoan khas Banyumas yang hangat, bergelas kopi, dan beberang tembakau yang siap dilinting.
Karena lelah perjalanan, kami hanya berbincang hingga pukul 1 dini hari. Padahal banyak yang ingin kami tukar. Rindu, cerita, dan tawa.
Paginya, saya disambut oleh obrolan religius dari seorang tokoh di tempat tersebut. Beberapa hal baru saya ketahui setelah kurang lebih satu jam berbincang dengan berdiri.
Pagi kian terik, Bapak yang bersedia tempatnya kami tinggali memberikan satu piring penuh pisang molen yang hangat, lengkap dengan teh manis yang juga hangat.
Pukul 7 pagi, pemuda Ngapak izin untuk berangkat mencerdaskan calon pemimpin bangsa. Kami di tempatnya juga ikut mencerdaskan baju-baju dan celana dalam yang kotor. Setelah itu, kami bersantai, membahas panjangnya perjalanan kami selama seminggu terakhir.
Tiba di teriknya matahari siang. Kami berkunjung ke sebuah curug di Purwokerto, tepatnya di Baturaden. Bertemu dengan Pak Jito. Seorang petani yang akan saya kunjungi lagi ladangnya entah kapan. Puas dengan curug indah, kami menyeruput jahe hangat dan mendoan kriuk di sana. Pulang kembali ke indekos dengan hati tenang dan senang. Kami beristirahat hingga pukul dua dini hari, lalu melanjutkan pulang ke kota, Jakarta.
-
Pemuda ini saya kenal bertahun lalu pada sebuah fotocopy di kampus. Ia datang menghampiri dengan celana jenas sobek, kaos hitam, dan flanel abu-abu, lengkap dengan rambut pirang berantakan. Pemuda ini adalah lelaki satu angkatan yang saya temui di kampus ini. Entah hal apa, akhirnya kami bersahabat dengan berbagai problematika di dalamnya. Kurang lebih empat tahun, banyak yang sudah kami tukar. Gelas kopi, piring, kaos, sepatu, bahkan cerita suram, indah, sampai yang paling sedih sudah kami tukar. Hingga akhirnya kurang lebih empat tahun, kami menyelesaikan pendidikan di tahun yang sama, namun di bulan berbeda. Di sidang akhirnya, saya memeluknya setelah keluar dari ruangan sidangnya. Saat keadaan yang waktu itu saya sedang sulit-sulitnya keluar dari skripsi sialan itu. Awalnya saya tidak ingin datang, karena skripsi yang tidak kunjung ada perkembangan dalam empat bulan terakhir. Tapi saya mengingat apa-apa saja yang sudah saya lewati bersama lelaki legam itu, saya memutuskan untuk datang. Hingga akhirnya ia bertolak ke Purwokerto untuk hal yang mulia.
Mungkin benar, waktu kurang lebih enam tahun, saya tidak begitu mengenal orang ini. Tapi sedikit banyaknya, saya tahu bagaimana baik dan bodohnya orang ini. Dalam berbagai perbincangan, saya menangkap ada kebaikan dalam dirinya. Semoga itu selalu berjalan beriringan dengan tindakannya.
Saya bahagia banyak mengenal orang baik di hidup ini. Jika saya dikelilingi oleh orang baik, semoga kebaikan itu menular dan dapat saya terbarkan kepada orang lain juga.
Pemuda Ngapak, selesai.
Komentar
Posting Komentar