Catatan Perjalanan, Ciremai
Catatan perjalanan
Ciremai, Januari 2017
“Memulai selalu tidak mudah, apalagi pendakian”
Waktu itu, gua seorang yang tidak sengaja mulai menyukai kegiatan
outdoor atau pendakian gunung. Bermula melihat-lihat indahnya pemandangan dari
berbagai gunung, melihat teman menggendong tas yang menjulang, mendengar
cerita-cerita seru, sedih, dan menyenangkan dalam pendakian, akhirnya gua
memutuskan untuk terjun ke alam.
Pendakian pertama adalah yang paling nekat, Ciremai. Pucak Jawa Barat ini menjadi destinasi pendakian pertama gua, bersama 5 kawan gua, kita menuju puncak Ciremai.
Pendakian pertama ini bukan untuk gua aja, ada temen gua, Ambon dipanggilnya, dia juga baru pertama kali naik gunung, dan sama-sama nekat. Tapi dengan kenekatan, kita nggak menyepelekan berbagai keperluannya, kita juga menyiapkan segalanya, meskipun seadanya, karena buat orang yang baru pertama kali ikut ginian, kita gak punya banyak budget buat ngelengkapin semuanya, Cuma yang penting-penting aja yang kita beli, sisanya? Hmmm gak tau deh.
Ciremai itu adalah gunung yang ada di Jawa Barat, gunung tertinggi di Jawa Barat, dengan ketinggian 3078 MDPL. Dulu gua nanya, MDPL itu apa sih? Buat yang baru ikut gini-ginian kayak gua dulu, MDPL itu Meter Di atas Permukaan Laut, kalo beda, mohon maaf, kalo sama, mungkin kita jodoh. Jalur pendakian yang waktu itu kita naikin itu jalur namanya Palutungan yang ada di kawasan Kuningan, lupa nama desanya apa. Jadi gunung Ciremai itu punya tiga jalur pendakian resmi, jalur Palutungan, jalur Apuy, dan jalur Linggarjati yang katanya gokil banget itu jalur, bisa dengkul ketemu dada, katanya.Dengan persiapan yang disiap-siapkan, dan seadanya (mohon jangan ditiru untuk pendaki pemula, jadikan pelajaran saja), kita berangkat dari Tangerang. Oiya, karena temen kita 2 lagi ada di Tegal, jadi kita janjian ketemu di basecamp palutungan, jadinya yang dari Tangerang cuma berempat. Kita berangkat waktu itu pake bis namanya bis Ababil, jurusan Kuningan. Perjalanan waktu itu cukup cepet, kita berangkat pukul 10 pagi dari Tangerang, dan sampe di Kuningan pukul 3 sore.
Sampe di Kuningan itu, lupa turunnya di mana, tapi di tempat kita turun dari bis itu ada kayak taman gitu deh. Turun dari bis, kita ngelengkapin logistik, kayak beli gas ritu, air minum, dll. Abis itu kita nyarter angkot buat ke basecamp. Waktu kita mau nyarter, ada anak sekolah yang lagi naek angkot itu, dan dengan amat terpaksa, anak sekolah itu disuruh turun sama abangnya, maaf ya dik LDari tempat turun itu, kita naik angkot ke atas sekitar 20 menitan dengan ongkos 15 ribu perorang. Oiya, untuk ongkos bis, kita naek Ababil dari Cikupa, Tangerang dengan ongkos 75 ribu. Jadi total ongkos berangkat itu 75+15=90ribu, lumayan lah.
Sampe di basecamp, kita disambut oleh kabut yang cukup tebal, emang waktu itu lagi musimnya hujan dan kabut, juga badai. Di basecamp itu, kita ngisi perut di salah satu warung dulu sambil nunggu temen kita yang dari Tegal dateng, mereka naek motor. Makanan di warung ini cukup murah dan ramah penjualnya. Kita bisa nyiduk nasi sendiri dan nyiduk lauk semau kita (kalo gak tau diri). Waktu itu gua makan nasi, telor, jengkol, dan buncis dengan harga 7ribu rupiah, murah sekali bukan?
Setelah mereka sampe, kita istirahat dulu semalem di basecamp, melihat cuaca malam itu kurang baik dan kepemulaan menurunkan keberanian gua waktu itu. Gua yang gak tau apa-apa, jam 9 malem udah tidur sambil kedinginan di dalem sleeping bag yang gua beli dengan harga 65 ribu. Skip.
Subuh, kita solat, sarapan dan mulai pendakian. Oiya, malemnya, kita daftar dulu buat pendakian besok, biaya simaksinya itu 50 ribu, lumayan mahal kata pendaki-pendaki lain, tapi kita dapet makan kalo nanti pas udah turun. Oiya, jalur palutungan ini ada di ketinggian -+ 1100 MDPL.
Kita mulai naik sekitar jam 6, yang waktu itu matahari masih belum nongol. Dari basecamp ke pos 1 itu jauuuuuhhhh banget. Pertama kita ngelewatin rumah-rumah warga dengan trek cor-coran, masuk ke perkebunan warga. Di sini, gua udah mulai kelelahan, padahal baru mungkin 20 menit, gua udah punya pikiran “abis naik gunung ini, gua mau pulang, masang iklan barang-barang yang udah gua beli, dan mulai melakukan kegiatan lain”, mungkin karena pemula, jadi gua belum tau teknik-teknik mendaki gunung yang baik dan benar, masih make napas kuda, jalan tergesa-gesa, gerasak-gerusuk, dll. Akhirnya gua tukeran carrier sama si Ambon ini, carrier dia Cuma 55 liter dan gua 70+5, badan gua dan dia masih gedean badan dia. Cukup adil bukan.
Sampe di perbatasan perkebunan warga dan hutan pinus, kita bisa lihat sunrise yang cantik di situ, di perbatasan itu ada kayak semacam bangunan permanen gitu. Lanjut lagi masuk ke hutan pinus, cukup seger udaranya. Maklumin aja norak, baru pertama kali naik gunung. Jauhhhhhhhhh banget, sampe 2 jam setengah, kita sampe di pos 1,
![]() |
Perbatasan perkebunan dan hutan Pinus. |
![]() |
ngisi air di pos 1 |
Lanjut, sampe di pos 2 lalu pos 3 itu ada namanya tanjakan asoy, dan keliatan dari namanya, treknya nanjak dan bikin asoy, parah deh pokoknya ditambah lagi waktu itu hujan gede dan kesotoyan, tidak membawa jas hujan (jangan ditiru ya). Setelah lewat asoy-asoyan, akhirnya kita menyerah di pos pesanggrahan 2 untuk mendirikan tenda, dan posisi waktu itu ada di pukul 4 sore, lambat banget kan kita? Iyalah, ada pemulanya.
Kita dengan keterbatasan kemampuan, cuma beberapa orang aja yang paham ginian, dan akhirnya kita mendirikan tenda seadanya, penuh dengan berbagai problematika yang ada. Banyak banget deh kekurangannya, mulai nunjukin ego masing-masing, termasuk gua juga sih.
Malem itu, baju gua yang gua pake, basah semua, karena gua waktu itu gak bawa jas hujan, jaket cuma bawa 1, celana bawa levis semua, baju kaos bawa 4, buat apa woi? Kolor bawa 2, dan barang-barang lain yang seharusnya tidak dibawa. Kita jadi tenda pada pukul 5 sore mau ke 6.
Setelah kita mendirikan tenda, kita cekakak-cekikikan di tenda, cerita-cerita pengalaman seru, hal-hal lucu sambil minum teh atau kopi. Agak maleman, kita masak mie dan nasi, nahas, nasi yang dimasak waktu itu gagal karena pancinya tidak ada tutupnya, jadinya keras deh nasinya, dan gak abis. Malamnya, nasi beserta mie yang tidak habis itu ditaruh di luar tenda dan menjadi sasaran babi hutan, grookk grookk.
Malemnya, gua gak bisa tidur, gua kedinginan, sleeping bag yang gua pake basah karena sleeping bagnya gua taro di bawah dan nggak dilapisin apa-apa, celaka. Pokoknya menderita banget deh. Beberapa hari pas rencana naik gunung ini, gua izin ke orang gua, bapak dan ibu sempat khawatir dan tidak mengizinkan gua, mereka takut gua kenapa-napa, karena sebelum gua naek, ada kasus anak Mapala UII yang meninggal itu dipeloncoin seniornya di gunung. Gunung atau kaki gunung ya? Nah ibu gua khawatir, tapi dengan bersikeras, gua tetep kekeh dan mecoba bikin mereka percaya kalo gua bakal baik-baik aja, dan hasilnya? Hahaha lucu juga waktu itu.
![]() |
diem di tenda sambil ngeliatin orang-orang summit |
Pagi harinya, hujan dengan angin yang cukup besar menghadang, sempat ada
pikiran mau summit, cuma ada beberapa juga yang memikirkan kondisi kita yang
‘terlalu apa adanya’ ini. Dan akhirnya kita gak summit, dan melanjutkan tidur
sampe jam 8. Bangun, kita disapa oleh orang-orang yang summit ditengah gerimis
dan angin yang lumayan bikin kulit mengkerut.
Pada akhirnya, kita memutuskan untuk turun setelah makan besar menghabiskan
hampir semua persediaan makanan. Setelah makan, kita beberes. Dan pemula ini
packing dengan acak-acakan, tunjuk-tunjukan siapa yang bawa tenda, ada yang sol
sepatunya copot, padahal dia bilang kalo harga sepatunya 1 jt, ada yang
kejungkel, kepeleset, karena waktu itu emang trek tanah lembek, ada juga yang
digenangin air bekal hujan semalem. Gak kerasa sampe kita di pos 1, kita buka
logistik lagi dan makan besar sambil menikmati susu, istirahat cukup lama, ada kali 1 jam. Lanjut
dan kita sampe di basecamp. Waktu itu hampir maghrib, karena kita turun sekitar
jam 12 siang dan banyak istirahatnya.
Sampai, kita numpang bersih-bersih di warung yang ramah itu. Kita cuma beli makan dan kita bisa mendapatkan fasilitas mandi, bab, dan air gratis, sungguh berterima kasih kepada ibu-ibu di warung itu.
Banyak evaluasi dari pendakian pertama di gunung Ciremai ini, mungkin sudah jelas apa-apa saja kurangnya.
Komentar
Posting Komentar